Pages

Enkapsulasi sebagai pengganti laminating


Pernahkah Anda mengalami atau menemukan hal-hal berikut pada KTP/ijazah/sertifikat/surat berharga dan sebagainya, yang telah di-laminating :

1. KTP lupa ditandatangani (KTP edisi lama, masih berbentuk kertas), padahal sudah dilaminating. Ketika lapisan plastik dibuka, ternyata kertas bagian luar KTP telah menempel pada plastik. Akibatnya kertas KTP robek karena terbawa plastik laminating  ?

2. Dokumen yang dilaminating lama-kelamaan berubah warna menjadi kuning kecoklatan ?

Ya.. itulah beberapa fenomena yang biasa terjadi pada dokumen yang dilaminating.

Atau, mungkin pernah juga mengalami : 

- Foto yang diselipkan secara tempel dalam album mulai berbintik kuning atau berubah warna jadi kuning kecoklatan ?

- Foto menempel ke plastik album, atau

- Foto mulai memudar warna tepinya seperti bercak air, karena pernah mengalami rembesan air di tepinya?

Kalau pernah, termasuk fenomena laminating tadi, maka diperlukan alternatif solusinya, agar hal-hal tersebut tidak terulang pada dokumen penting lainnya.

Adalah enkapsulasi yang bisa menggantikannya. Enkapsulasi adalah "melapisi" dokumen yang berupa lembaran dengan 2 (dua) helai plastik bebas asam, dengan double tape acid free (bebas asam) sebagai perekatnya, mengelilingi dokumen tersebut.

Pada restorasi atau konservasi bahan pustaka, enkapsulasi biasa digunakan terhadap koleksi peta langka, gambar, atau pun koran langka yang telah jadi lembaran lepas.

Proses Enkapsulasi

a) Alat dan Bahan

1. dokumen yang akan dienkapsulasi

2. 2 (dua) helai plastik acid free (misal : mylar-D, melinex, dsb) yang berukuran lebih besar sekitar 5 cm dari ukuran dokumen aslinya

3. double tape acid free (bebas asam)

4. pemberat

5. kain lap lembut yang bersih

6. gunting /cutter

7. alas potong (cutter mat)

b) Cara Membuat

1. Bersihkan 1 helai plastik bebas asam pada kedua sisinya dengan kain lap lembut yang bersih

2. Letakan dokumen yang akan dienkapsulasi di posisi tengah plastik

3. Berikan pemberat di atasnya

4.Tempelkan double tape di sekeliling dokumen. Beri jarak 1-2 mm dari dokumen (jadi dokumen tidak menempel pada double tape ). Di sudut pertemuan double tape berikan celah udara sekitar 1-2 mm. Fungsinya untuk sirkulasi udara

5. Bersihkan plastik bebas asam yang 1 helai lainnya

6. Letakan plastik tersebut di atas tumpukan dokumen tadi

7. Berikan pemberat 

8. Lepaskan sedikit double tape di dua sudut yang berhadapan, tujuannya untuk mengunci agar plastik / dokumen tidak bergeser lagi

9. Lepaskan perlahan semua bagian double tape.

10. Ratakan permukaan plastik dengan bantuan kain lap. Dorong dari tengah ke arah luar dokumen. Hindari adanya gelembung udara

11. Bersihkan kembali semua sisi plastik.

12. Trimming bagian tepi plastik dengan pisau cutter

13. Percantik sudut plastik dengan lengkungan. Gunakan gunting untuk merapikannya.

14. Dokumen sudah selesai


Untuk lebih jelasnya, silakan lihat di sini : 

https://youtu.be/Z07V7NcnejY















































0 comments:

Restorasi dan Reproduksi Bahan Pustaka


Istilah restorasi serta reproduksi bahan pustaka sering terdengar saat pembahasan mengenai pelestarian bahan pustaka. Sepintas, terasa mirip, hampir sama. Namun, sesungguhnya ada perbedaan di antara keduanya, di ranah pelestarian bahan pustaka. Bagaimana perbedaannya ? Berikut penjelasannya..

1. Restorasi

Pengertian restorasi menurut : 

a. Teygeler (2001), restoration adalah tindakan untuk memperpanjang umur koleksi dengan memperbaiki tampilan fisik koleksi agar mendekati keadaan semula sesuai dengan aturan dan etika konservasi. 

b. Dureau and Clements (1990) di dalam dasar-dasar pelestarian dan pengawetan Bahan pustaka, mengartikan istilah restorasi adalah teknik yang dipakai untuk melindungi bahan pustaka dari kehancuran.

c. Feilden (1979), restorasi berarti memperbaiki koleksi yang telah rusak dengan mengganti bagian yang hilang agar bentuknya mendekati keadaan semula.

d. Introduction to Conservation terbitan Unesco 1979, restoration adalah memperbaiki koleksi yang telah rusak dengan jalan menambal, menyambung, memperbaiki jilidan yang rusak dan mengganti bagian yang hilang agar bentuknya mendekati keadaan semula

Dari beberapa pengertian tersebut, maka Restorasi secara umum merupakan upaya untuk melestarikan bentuk / keadaan fisik dari suatu bahan pustaka.

Proses restorasi merupakan proses pelestarian yang paling lama dan paling mahal biayanya. Pengerjaannya pun membutuhkan tenaga ahli / terlatih (konservator).


2. Reproduksi

Pengertian reproduksi dalam “Introduction to Conservation” terbitan Unesco tahun 1979 berarti membuat ganda dari benda asli. Termasuk di dalam reproduksi adalah membuat mikrofilm, mikrofis, foto repro dan fotokopi.

Dari pengertian tersebut, maka reproduksi dapat dipahami sebagai upaya untuk melestarikan kandungan isi (konten) dari suatu bahan pustaka.

***

Dari pengertian kedua istilah tersebut, tentu jelaslah nampak perbedaan di antara keduanya. Restorasi untuk pelestarian fisik/bentuk, sementara reproduksi untuk pelestarian isi (konten) dari suatu bahan pustaka. Namun keduanya sama-sama berada dalam ranah pelestarian bahan pustaka.


===================================

Source : Modul pelstarian, Diklat Inpassing 2019

0 comments:

CARA PERAWATAN BP




Untuk menghindari atau meminimalisir faktor-faktor perusak bahan pustaka, maka diperlukan usaha perawatan bahan pustaka. Banyak cara yang bisa dilakukan. Berikut beberapa cara perawatan yang bisa dilakukan berdasarkan faktor penyebab kerusakannya.


    a. berikan koleksi tempat penyimpanan yang terbuat dari bahan yang bebas asam (misal box, map,         amplop)

    b. gunakan perekat bebas asam (misal : lem CMC atau lem MC, double tape acid free), atau                    pengikat dari pita katun atau bahan kain

    c. Jika jilidan dari bahan kulit, lakukan pemberian lapisan penyemiran kulit, minimal setahun                 sekali

    d. Berikan salinan / copy untuk penggunaan koleksi yang sering / berlebih

II. Fakor Eksternal

1. Terhadap suhu dan kelembaban (kondisi ideal : suhu 20-24 C, kelembaban 45% - 60 %)

    a. hidupkan AC selama 24/7,  24 jam sehari selama 7 hari, terus menerus.

    b. Jika AC hanya hidup stngah hari, maka atur suhu pada 26 - 28 C, agar perbedaan suhu saat AC         hidup dan saat mati tidak ekstrim (tidak terlalu jauh). Perbedaan suhu yang ekstrim dapat                    mempercepat kerusakan bahan pustaka.

    c. Pada kelembaban yang tinggi, gunakan dehumidifier (pengurang kelembaban), seperti : naftalen ball / kapur barus / kamper atau silica gel

    d. Buat ventilasi udara yang baik, serta jendela berfungsi optimal

    e. Dapat dibantu kipas angin untuk sirkulasi udara yang stabil

2. Terhadap pengaruh cahaya / UV

    a. Gunakan filter / gordyn untuk menghalangi sinar UV

    b. Hindari meletakan koleksi terlalu dekat dengan jendela

    c. Gunakan filter pada lampu TL

3. Terhadap faktor polutan

    a. Bersihkan koleksi mau pun tempat penyimpanan secara berkala (di-lap, di-vacuum cleaner)

    b.Sebaiknya gunakan AC, karena ada filter udaranya

    c. Menyimpan buku dalam kotak pelindung

4. Terhadap faktor biota    

    a. Periksa kondisi koleksi dan tempat penyimpanannya secara berkala

    b. bersihkan koleksi serta penyimpanan secara rutin

    c. Koleksi jangan terlalu rapat, agar sirkulasi udara lancar

    d. Lakukan fumigasi secara berkala, atau saat mulai ditemukan gangguan biota

    e. Jaga kestabilan kelembaban dengan naftalen ball dan silica gell

    f. Letakan bahan berbau untuk mengusir serangga, seperti : naftalen ball

5. Terhadap rak / lemari penyimpanan yang tidak memenuhi syarat

    a. Sesuaikan ukuran rak dengan koleksi

    b. Rak dibuat dari bahan anti serangga dan anti karat

    c. Setidaknya ambal paling bawah berjarak 10 cm dari lantai, dan rak berjarak minimal 15 cm dari         dinding

    d. Lapisi rak dengan cat kayu, untuk mengurangi pengaruh asam

    e. Periksa sela-sela rak secara berkala, agar biota tidak berkembang biak di sana

6. Terhadap faktor Bencana Alam dan Kebakaran

    a. Adakan disaster preparedness program (program persiapan bencana)

    b. Koleksi tidak menmpel di ubin atau di tembok

    c. Siapkan alat pemadam api (APAR)

    d. Periksa kabel listrik secara berkala

7. Terhadap Faktor Manusia

    a. Penyuluhan / sosialisasi tentang penanganan kolksi bagi pustakawan dan pemustaka

    b. Memperbaiki sistem pengamanan koleksi

    c. Membuat cadangan / salinan koleksi dalam bentuk digital, mikro atau pun kopiannya.











0 comments:

Penyebab Kerusakan Bahan Perpustakaan (part 2)


Pada tulisan sebelumnya,telah dibahas tentang penyebab faktor kerusakan bahan perpustakaan yang berasal dari faktor internal, maka sekarang akan dibahas tentang faktor kerusakan bahan pustaka yang berasal dari faktor eksternalnya.

II. Faktor Eksternal

Faktor Eksternal adalah faktor penyebab kerusakan yang berasal dari luar bahan perpustakaan itu sendiri. Faktor eksternalini terdiri atas :

A. Faktor lingkungan

    1. Temperatur dan kelembaban

        Perubahan temperatur akan menyebabkan perubahan kelembaban. Fluktuasi yang sangat drastis akan         besar pengaruhnya terhadap kerusakan kertas, karena kertas akan mengendur dan menegang. Jika hal         ini terjadi berulang kali, akan memutuskan ikatan rantai kimia pada serat selulosa kertas sehingga             menyebakan kertas menjadi rapuh. 

        Kelembaban udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menimbulkan beberapa masalah.                Kombinasi antara temperatur yang tinggi dan kelembaban yang tinggi akan menyuburkan                            pertumbuhan jamur dan serangga. Apabila kelembaban udara terlalu rendah, menyebabkan kertas menjadi kering dan getas serta sampul yang terbuat dari kulit akan menjadi keriput.

    2. Cahaya

        Cahaya mempunyai pengaruh mengelantang, menyebabkan kertas menjadi pucat dan warna tinta            memudar. Karena pengaruh cahaya, lignin pada kertas akan bereaksi dengan komponen lain                    sehingga kertas berubah menjadi kecoklatan.

        Kerusakan karena cahaya sangat tergantung dari panjang gelombang (adanya sinar UV) dan waktu         pencahayaan. Makin kecil panjang gelombang dan makin lama waktu pencahayaan, kertas makin         cepat rusak. 

    3. Polutan

        Polutan atau pencemar udara seperti gas sulfur dioksida, gas hidrogen sulfida dan gas nitrogen oksida yang berasal dari hasil pembakaran minyak bumi, pabrik dan kendaraan bermotordapat merusak bahan pustaka.

Debu, kotoran dan partikel lainnya yang berasal dari udara dapat merusak kertas, yaitu antara lain: kertas mudah tergores karena gesekan, partikel debu akan masuk ke selasela halaman buku. Partikel debu pada lingkungan yang lembab akan menimbulkan noda permanen yang sukar dihilangkan. Kotoran dan partikel padat seperti jelaga dapat menimbulkan suasana asam yang dapat merusak kertas.

    4. Rak penyimpanan tidak sesuai

        Rak yang tidak memadai atau tidak sesuai standarjuga dapat merusak koleksi/ bahan pustaka. 

B. Faktor Biota

Banyak makhluk hidup yang bisa merusak koleksi bahan perpustakaan. Kerusakan yang disebabkan oleh faktor biota seperti mikroorganisme, serangga dan tikus umumnya dikenal sebagai bio deterioration.

Biota dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: jamur (fungus/ mold); Serangga (silverfish, bookworm, booklice, rayap, kecoa); dan hewan pengerat (Tikus)

Jamur dapat penyebab kerusakan yang cukup serius pada kertas karena dapat merubah warna kertas dan menyebabkan kertas menjadi rapuh. Jamur dapat memproduksi beberapa macam asam organik seperti asam oksalat, asam fumorik dan asam sitrat yang menyebabkan kertas menjadi asam dan rapuh. Pada tempat tumbuhnya jamur biasanya akan timbul noda yang berbentuk bintik-bintik pada kertas disebut foxing. Foxing adalah besi oksida atau besi hidroksida yang terbentuk dari reaksi kimia antara partikel besi yang terkandung dalam kertas dengan asam organik yang dihasilkan oleh jamur.

Rayap adalah serangga perusak yang paling berbahaya, karena dapat merusak koleksi. Raya berbadan lunak dan berwarna pucat, hidup berkelompok dalam koloni yang terorganisasi dengan baik. Ada 2(dua) jenis rayap, yaitu rayap kayu dan rayap tanah. Kedua jenis rayap ini memakan bahan sellulosa pada koleksi sehingga tidak bisa diperbaiki kembali. 

Jenis hewan pengerat yang sangat berbahaya dalam merusak koleksi adalah tikus (mice/mouse). Tikus menggunakan kertas untuk membuat sarang serta untuk mengasah giginya, sehingga buku-buku menjadi tidak utuh karena digerogoti oleh tikus. Tikus merupakan jenis hewan pengerat yang cukup serius dapat merusak kertas. Tikus betina akan mengumpulkan kertas untuk dibuat sarang. Tikus juga merusak buku-buku karena kebiasaan mereka menggerogoti benda keras untuk menjaga gigi mereka yang tajam. Selain itu urin dan kotoran tikus dapat menodai kertas serta dapat menimbulkan penyakit.

C. Faktor Manusia

Faktor penyebab yang besar bagi kerusakan bahan perpustakaan dimungkinkan karena keterlibatan manusia. Keterlibatan tersebut dapat dilakukan secara langsung (misalnya: pencurian, pengrusakan, dan penanganan yang kurang hati-hati) atau kerusakan secara tidak langsung, misalnya memproduksi kertas dengan kualitas rendah, mutu jilidan yang rendah dan tidak adanya penyuluhan kepada staf dan pengguna perpustakaan. Cara penanganan yang salah dan kurang hati-hati baik yang dilakukan oleh staf maupun pemustaka dapat menyebabkan kerusakan pada bahan perpustakaan.

D. Faktor Bencana Alam

Bencana di bagi menjadi 2 yaitu bencana karena alam seperti: angin topan, gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan bencana yang dikarenakan oleh manusia seperti : kebakaran, vandalisme, terorisme, perang, dll.

Karena datangnya bencana tidak dapat dipastikan, maka perlu disusun perencanaan persiapan dalam menghadapi bencana bagi perpustakaan-perpustakaan agar dapat meminimalisir kerusakan yang terjadi.


===========================

Source: 

1. Razak,M., et al, Petunjuk teknis pelestarian bahan pustaka, 1995,Jakarta : Perpustakaan Nasional RI

2. Pemeliharaan dan perawatan bahan perpustakaan : Bahan ajar pendidikan dan pelatihan pustakawan inpassing, 2019, Jakarta : Perpustakaan Nasional RI

3. Sudiarti, Leni, Pemeliharaan dan perawatan bahan perpustakaan : bahan tayang diklat pengenalan perpustakaan, 2019, Jakarta : Perpustakaan Nasional RI

0 comments:

Penyebab kerusakan bahan pustaka (part 1)

October 30, 2020 , , 0 Comments




Kerusakan bahan pustaka (bahan perpustakaan) bisa terjadi karena berbagai hal. Bahkan saat koleksi pustaka tidak dipergunakan atau tidak disentuh pun, kerusakan itu dapat saja terjadi. Proses kerusakan itu bisa saja tidak disadari, dan berjalan secara diam-diam. Bukan tidak mungkin,kerusakan baru akan nampak saat koleksi bahan perpustakaan tersebut akan dipergunakan. 

Banyak hal yang bisa menyebabkan kerusakan bahan perpustakaan. Secara garis besar, penyebab kerusakan bahan perpustakaan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu karena :

a. Faktor Internal

b. Faktor Eksternal

Penjelasannya sebagai berikut :

I. Faktor Internal

Merupakan faktor penyebab kerusakan yang berasal dari dalam koleksi itu sendiri. Artinya kerusakan berasal/disebabkan oleh faktor intrinsik bahan perpustakaan tersebut. 

Yang termasuk faktor internal adalah :

    a. Kualitas kertas

Kualitas kertas yang baik untuk bahan pustaka dan arsip adalah kertas yang bebas dari senyawa-senyawa asam dan lignin. Lignin tidak bersifat asam, namun ketika kertas terkena cahaya, bahan ini bereaksi dengan campuran lain di dalam kertas, sehingga menyebabkan kertas menjadi rapuh. 

Lignin adalah zat yang banyak terkandung di dalam serat-serat selulosa dari kayu. Kertas yang banyak mengandung lignin akan merubah warna kertas dari putih menjadi kuning kecoklatan dan kertas menjadi lapuk. Asam dan lignin banyak dijumpai pada kertas modern, yaitu kertas yang diproduksi setelah tahun 1850.

    b. Asam 

Sebagaimana telah disebut di point a. tadi, asam tidak baik bagi kertas. Asam bisa mendegradasi kertas.  Secara perlahan, asam akan merusak,hingga menghancurkan kertas. Terlebih lagi jika bereaksi dengan bahan lain yang terdapat di kertas atau dari udara. Asam yang terdapat di dalam kertas cover atau sampul dapat berpindah ke bagian kertas lainnya yang berada di dekatnya. Hal ini adalah karena asam dapat bermigrasi, menularkan ke sekitarnya. Jika koleksi yang bersifat asam diletakan bersebelahan dengan koleksi lainnya, maka koleksi tersebut akan tertular asam. Biasanya kondisi asam akan ditandai dengan aroma yang khas (asam), atau pun dengan bintik-bintik berwarna kuning kecoklatan pada kertas.

Kandungan senyawa asam dalam kertas akan mempercepat reaksi hidrolisis, sehingga mempercepat pelapukan (kerusakan)pada kertas. 

    c. Tinta

Tinta tradisional yang dipakai untuk menulis merupakan bahan yang menyebabkan kertas bertambah asam. Tinta yang mengandung zat besi (iron gall ink) di samping mengandung asam, sering berubah warnanya menjadi coklat kekuningan. Pada daerah tulisan kadang-kadang ditemukan kertas berlubang-lubang seperti terbakar. Inilah yang sering disebut sebagai korosi tinta.

    d. Perekat / Lem

Penjilidan buku menggunakan perekat atau lem. Kebanyakan lem tidak tahan lama dan setelah itu daya rekatnya hilang. Ada macam-macam perekat atau lem, yaitu lem binatang (animal glue), biasa digunakn dalam penjilidan tradisional, terbuat dari tulang dan kulit binatang, serta gelatin dengan kandungan utamanya yang tidak tahan lama dan dapat mengundang seragga. Sekarag lem binatang diganti dengan PVA (Polyvinyl Acetate) yang terbuat dari polimer sintetis dicampur dengan bahan aditif lainnya. Lem jenis ini cepat kering dan tidak mengundang serangga, mempunyai daya rekat yang kuatdan sulit dilepas (Harvey, 1993).


------------ In syaa Allah, to be continued...

(literatur : M.Razak,et.al., Petunjuk teknis pelestarian bahan pustaka, 1995, Jakarta : Perpustakaan Nasional RI

=========================

0 comments:

Perawatan Bahan Perpustakaan


Perawatan Bahan Perpustakaan (perawatan bahan pustaka) juga termasuk tindakan preventif (pencegahan) terhadap kerusakan bahan pustaka.

Jika dihubungkan dengan pemeliharaan bahan perpustakaan, maka posisi perawatan adalah setelah pemeliharaan. Jadi tindakan awal adalah pemeliharaan, berupa persiapan yang matang terhadap penyimpanan maupun tindakan pada koleksi bahan perpustakaan. Sedangkan perawatan adalah tindakan sesaat sebelum terjadi kerusakan,atau pun saat mulai terjadinya kerusakan, sebelum adanya kerusakan lebih lanjut. Jika sudah terjadi kerusakan, maka tindakannya adalah perbaikan, yaitu perbaikan bahan perpustakaan.

Tujuan perawatan bahan pustaka itu sendiri antara lain :

1. Mencegah penyebab kerusakan bahan perpustakaan

2. Melindungi bahan perpustakaan dari faktor penyebab kerusakan bahan perpustakaan

3.Memperpanjang usia Bahan Perpustakaan, sehingga bisa lebih lama dipergunakan

Jika disimpan dan diperlakukan sesuai standar atau prosedurnya, maka ini akan memperbesar kemungkinan koleksi bahan perpustakaan tersebut bisa berusia lebih panjang, sehingga bisa lebih lama pula pemanfaatannya.

Contoh tindakan perawatan bahan perpustakaan adalah :

    a. Bersihkan koleksi secara rutin, dengan menggunakan kuas, lap bersih, atau vacuum cleaner. Hindari penggunaan kemoceng,karena kemoceng berpeluang menyebarkan debu ke segala arah, bukan membersihkan debu tersebut. Kemoceng cenderung hanya akan memindahkan debu/kotoran.

    b. Letakan naftalen ball/kapur barus/kamper di tempat penyimpanan koleksi. Fungsinya adalah untuk mengurangi kelembaban udara di sekitar koleksi bahan pustaka. Serangga pun kurang menyukai aroma kapur barus tersebut. Hal ini akan membuat serangga menghindari koleksi.

    c. Letakan silica gel di tempat penyimpanan koleksi yang tertutup, seperti pada lemari / rak display, kontainer, laci. Fungsi silica gel sama dengan naftalen ball, yaitu sebagai penyerap uap air, sehingga bisa mencegah kelembaban udara yang berlebih (desican). Akan tetapi silica gel tidak memiliki aroma, berbeda dengan naftalen ball yang rata-rata memiliki aroma wangi.

    d. Untuk tips sederhana perawatan bahan perpustakaan lainnya, termasuk untuk koleksi pribadi, bisa disimak lebih jauh di sini.

Mari sayangi koleksi pustaka kita, dengan pemeliharaan dan perawatan lebih dini... :)


0 comments:

Pemeliharaan Bahan Perpustakaan







Pemeliharaan
bahan perpustakaan merupakan bagian dari rangkaian tindakan preservasi. Pemeliharaan adalah wujud dari tindakan preventif terhadap kerusakan bahan perpustakaan.

Tindakan preventif sendiri merupakan tindakan pencegahan terhadap kerusakan bahan perpustaan. Jadi, sederhananya begini... Tindakan pemeliharaan bahan perpustakaan adalah tindakan atau usaha pencegahan, sebelum dimulainya proses kerusakan pada bahan perpustakaan.

Contoh dari tindakan pemeliharaan tersebut adalah :
1. adanya ventilasi udara yang baik, sehingga sirkulasi udara berjalan lancar. Sirkulasi yang baik akan meminimalisir kelembaban berlebih dan menstabilkan temperatur di ruang koleksi.
2. Pembuatan rak koleksi yang memenuhi standar dan sesuai kebutuhan. Hal ini akan mencegah kerusakan koleksi karena ruang simpan yang tidak memadai, terlalu kecil, terlalu sempit, dan sebagainya.
3. Hindari meletakan koleksi berdekatan langsung dengan jendela  
4. Membuat filter terhadap paparan sinar UV (ultra violet) pada jendela, dekat lampu, atau arah sumber cahaya lainnya.
5. Hindari meletakan koleksi tanpa alas di atas lantai
6. Hindari pula meletakan koleksi di dekat kamar mandi atau saluran air
7. dan sebagainya

Lebih baik mencegah daripada mengobati. Maka lebih baik persiapkan penyimpanan koleksi bahan perpustakaan dengan baik, dari pada nanti harus memperbaiki koleksi tersebut. Memperbaiki akan membutuhkan waktu, biaya, keterampilan yang bisa saja,tidak sedikit. Karenanya, ada baiknya mempersiapkan pemeliharaan yang baik terhadap bahan perpustakaan tersebut,sedini mungkin.






0 comments: